Malam ini akhirnya datang juga, dimana saya akan membagikan pengalaman sewaktu pelatihan kedisiplinan di Kopassus Indonesia. Huaaahh suatu kebanggaan tersediri bisa dilatih langsung oleh ksatria-ksatria negeri tercinta yang notabene merupakan Pasukan terbaik ke 3 dunia! WUAAAWWW *buka mulut lebar2*
Pagi itu, belum jam 8 pagi, dengan pakaian hitam-putih rapi dan beberapa perlengkapan di tas, kami memasuki kawasan STTPLN dan disambut oleh kakak-kakak senior yang sudah siaga di gerbang. Sebuah kehormatan bagi kami mengingat biasanya image senior di kampus adalah 'sang pengospek jail'. Tapi ini? Mereka tersenyum hangat dan berkata "Selamat datang di Kampus STTPLN..."
Selanjutnya kami menuju lobby dan menemukan ratusan mahasiswa-mahasiswi baru lainnya. Kebanyakan dari mereka sudah akrab dengan sesama maba, juga beberapa masih malu-malu. Memang, kami para maba sebelumnya sudah membentuk dan bergabung pada group khusus maba 2012 di social media. Entah siapa yang membuatnya, namun group itu sangat membantu kami saling share dan sebagainya.
Jam 8 tepat. Kami semua dipersilahkan naik ke lantai 12, melalui TANGGA DARURAT! Awalnya kaget, tapi memang itulah yang harus kami lakukan. Maka bersama barang bawaan yang lumayan berat untuk 3 hari di Kopassus serta bekal makan siang, kami berbondong-bondong naik ke lantai 12. Kami ibarat lautan manusia berseragam hitam-putih rapi yang kemudian bercucuran keringat, pusing, dan pegal. Di tiap lantai, ada senior yang berjaga depan pintu tangga darurat sambil memberi semangat. Haha aku masih ingat ketika kami bersama-sama menyerukan "Lantai tujuuuuuhhhh...... Delapaaaann...... Sembilaaaaann...... Haaaahhh dua lagi! Sepuluuuuhh....... Sebelaaasss......!" Begitu tiba di lantai 11, kami keluar dari tangga darurat dan menaiki tangga eskalator yang sengaja dimatikan mesinnya!
Pencapaian awal, lantai 12. Kami langsung memasuki aula dan duduk di kursi berwarna merah yang sudah disediakan. Aku dan teman-teman kosanku selalu saling berdampingan. Kami mengobrol, berkomentar tentang keadaan mengejutkan di pagi hari ini sambil mengipas-ngipas karena kegerahan meski mesin pendingin ruangan sudah aktif.
Kami tidak lama menunggu, Pak Andi Makkulau yang waktu itu bertugas mengurusi MaBa cepat naik ke panggung dan memberikan pengarahan. Beliau masih muda. Jauh dari bayanganku sebelumnya bahwa biasanya ketua panitia dipilih yang sudah berumur haha XD.
Setelah pengarahan dan sedikit didikan dari Pak Andi, berikutnya adalah giliran para pejabat besar STTPLN. Rektor beserta wakil-wakilnya menduduki tempat yang sudah disediakan, dan kami sambut sesuai yang diajarkan sebelumnya. Berikutnya mereka berbicara dengan hangat namun tetap formal. Kalimat-kalimat yang membuatku sempat menitikkan air mata atas rasa syukur karena telah berada di posisi itu, sebagai mahasiswi di Sekolah Tinggi Teknik Perusahaan Listrik Negara. Mereka benar-benar membangkitkan kami, mengangkat kami, menyatakan dengan tegas bahwa kami generasi harapan negara. Menjelaskan peran penting kami. Seolah kami ditugaskan untuk memegang masa depan negara. Masya Allah... Aku sama sekali tidak menyangka kalau kami akan diperlakukan sehebat itu. Kampus ini benar-benar hebat. Sumber Daya Manusia yang hebat! Aku sudah bisa merasakannya mulai dari injakan pertamaku di lokasi tes di kotaku. Kampus lainnya mungkin memiliki akreditasi ataupun kemampuan intelektual yang lebih baik sebut saja UI, UGM, ITB, IPB, UNPAD, dll. Namun tidak banyak kampus yang melatih mahasiswa-mahasiswinya dengan bekal menjadi SDM yang hebat.
Kegiatan berikutnya, istirahat sholat dan makan siang. Bagi yang tidak bawa bekal makan siang, mereka diperbolehkan pesan makanan dan membayar kontribusi. Tapi buruknya, mereka harus mengantre panjang sehingga waktu makan tentunya terpotong. Selanjutnya adalah sosialisasi dari Badan Narkotika Nasional (BNN), dilanjut dengan pemeriksaan kesehatan dan urine untuk jaminan bahwa MaBa STTPLN bersih dari narkoba.
Sekitar jam 4, kami turun ke lapangan dan berkumpul berdasarkan kelompok-kelompok yang sudah ditentukan. Saat itu aku terpisah dengan teman-teman kosanku. Alhasil aku lebih banyak diam di tempat. Aku memperhatikan sekeliling. Sudah berjejer truk-truk militer yang akan mengantarkan kami ke tempat pelatihan di Bogor.
Setelah semua terkumpul, kami dihitung. Tiap kelompok harus mengingat jumlah anggota. Tidak boleh ada yang nyasar ke kelompok lain apalagi tertinggal. Kemudian kami memasuki truk. Truk yang kutumpangi waktu itu memuat 27 orang. Aku dan 2 orang lainnya terpaksa duduk di lorong truk dengan dudukan tas bawaan. Tak masalah, itulah kebersamaan haha.
Di tengah perjalanan, ternyata hujan. Kami pun menurunkan pelindung dari truk itu agar tidak kebasahan. Namun ternyata air masuk lewat celah bawah, jadi aku harus mengangkat tasku dan berdiri. Perjalanan berlangsung sekitar 2,5 jam.
Kami tiba sekitar jam setengah 7. Angan-angan untuk mandi, makan, kemudian istirahat, pupus seketika saat kami langsung disuruh berbaris dan mengangkat barang bawaan kami. Untungnya aku hanya membawa satu ransel ukuran sedang. Bagaimana perasaan kami? Reader tentu sudah bisa menebak. Letih dan ngantuk! Pelatih menyuruh kami menghitung anggota kelompok. Tidak boleh ada yang ketinggalan ataupun salah hitung. Semua harus sesuai dengan ketika berangkat. Baris harus rapi. Mungkin ada 1 jam kami berbaris di kegelapan itu, sampai semua benar-benar rapi, teratur, dan lengkap.
Selanjutnya kami diarahkan menuju gedung serbaguna, waktunya makan malam. Perut lapar pun bergembira. Namun hanya sesaat. Kegembiraan itu berubah tegang ketika kami harus berbaris rapi lagi, mengikuti komando, melantangkan suara saat diminta. Terlebih dahulu kami baris saling berhadapan, kemudian mengikuti langkah sebagai berikut;
1. Persiapan duduk!
Kami menyilangkan kaki, dimana kaki kanan berada di depan kaki kiri.
2. Duduk!
Kami serentak duduk sambil berseru "STTPLN!!"
Berkali-kali kami mengulangi sampai betul-betul serempak. Bayangkan saja jika ratusan orang harus serempak melakukan hal itu.
Setelah duduk rapi, makanan dibagikan. Dioper ke teman di barisan yang sama, dari kanan ke kiri atau sebaliknya. Jika kami berisik, kami dibentak lagi. Bentakan demi bentakan kami dengar di malam pertama itu. Ada salah satu dari kami yang menangis, namun dia hanya ditertawai dan ditanya-tanya seperti ejekan oleh pelatih.
Setelah semua dapat makanan, kotak makanan diluruskan. Kemudian kami mendapat komando lagi, sbb:
1. Duduk siap!
Kami harus duduk tegak, meluruskan siku, mengepal tanga diletakkan di lutut, pandangan lurus ke depan.
2. Berdoa!
Kami berseru, "1 - 2!". Saat hitungan ke dua, semua menundukkan kepala, berdoa.
3. Selesai!
Kami berseru lagi, "1 - 2!". Pada hitungan ke dua, kepala sudah berposisi lurus kembali.
4. Istirahat!
Kami berseru "Selamat makan!"
Setelah gerakan-gerakan itu dengan serempak kami lakukan, barulah kami dibolehkan makan. Pelatih bertanya "Kalian butuh waktu berapa lama untuk makan?", ada yang jawab 10 menit, ada juga yang 5 menit. Maka pelatih bilang, "Kami kasih 30 menit!". Tapi itu tipuan karena 30 menit bagi pelatih adalah 30 hitungan. Jadi kami harus makan dengan cepat. Kami diajarkan makan dengan mendorong makanan dengan air. Tidak ada kunyahan dengan halus. Lupakan pelajaran biologi tentang mengunyah 32 kali. Cukup kunyah 2-4 kali kemudian mendongak, pastikan tidak bersuara agar tenggorokan tertutup, kemudian tuang air minum hingga makanan tertelan. Selanjutnya sendok lagi makanan, begitu seterusnya, hingga makanan habis bersih. Bagi yang tidak habis, mereka harus disisihkan dan dipaksa makan. Jika ada yang mau muntah, pelatih bilang "MUNTAHKAN DI MULUT KALIAN! ATAU KE TEMAN KALIAN!". Pelatih selalu bilang "Di luar sana banyak anak-anak yang tidak beruntung! Tidak bisa makan! Kalian itu beruntung, kalian diberi makan oleh negara! Coba bayangkan mereka yang di luar sana! Yang lapar! Yang tidak bisa makan!". Itu benar-benar pengalaman yang menakjubkan.
Setelah makan, waktu beribadah. Bagi yang muslim, sholat berjamaah di gedung serbaguna, yang nasrani berkumpul di tenda yang sudah disediakan, dan yang Hindu, kulihat mereka duduk berdoa menghadap jendela. Kebersamaan, keragaman, telah kurasakan. Kami memang berasal dari berbagai pelosok Nusantara, dari Aceh hingga Papua.
Selanjutnya, kami berbaris lagi, mengikuti komando pelatih, kemudian tiap kelompok dibagi 2 untuk menempati tenda. Tenda oh tenda! Begitu sampai di tenda, kulihat tempat tidurnya merupakan tempat tidur lipat ala tentara, aku dan yang lain bersyukur karena kami tidak harus tidur beralaskan tikar ataupun terpal. Tempat tidur itu terasa sangat nyaman. Kami pun tertidur pulas sekitar jam 12. Namun aku dibangunkan jam 2 untuk berjaga malam di tenda selama 30 menit. Tiap jaga malam, ada 2 orang bersamaan. Selanjutnya aku membangunkan orang di sebelahku untuk bergantian jaga malam, dan aku kembali tidur.
-------------------------------Malam Pertama Berakhir-----------------------------------
0 comments:
Post a Comment