Tuesday, 14 June 2016

Ambisi with/versus Ruang Nyaman


Beberapa menit lalu, mataku tertuju pada laptop yang kesehariannya sudah terpajang di samping bantal di atas kasurku, bukan lagi di meja, atau di tempat laptop seperti masa sebelumnya. Belakangan ini ia lebih sering kusentuh, entah untuk pengurusan nilai akhir kenaikan kelas siswa-siswiku, untuk menyusun skripsi, untuk online mencari informasi penting, untuk pengerjaan proyek Indonesia Terang, untuk cek/ kirim/ balas email, sampai ke hal-hal sederhana seperti membuka media sosial.

Sebenarnya ini sudah jam tidur, aku pun tidak beristirahat di siang tadi. Kegiatan hari ini sudah cukup padat. Namun deadline memaksaku untuk kembali membuka laptop. Buka, tekan tombol power, tunggu, .... dan seketika tujuanku beralih ke menulis blog ini. Setelah kupertimbangkan, yah tak apalah sebentar, anggap saja relaksasi.

Lantas, mengapa aku ingin menulis blog? Hm pikiranku teringat pada pilihan yang harus kutempuh. Antara ambisi dan ruang nyamanku, aku harus memilih salah satu. Sebenarnya aku yakin akan menemukan ruang nyaman lain (lingkungan pertemanan) setelah ambisiku tercapai, yap karena aku hanya perlu beradaptasi. Tapi..., tetap saja aku sedih jika mengingat akan banyak yang akan 'kutinggalkan'. Jarak ratusan hingga ribuan kilometer dan waktu tahunan tidak semudah itu kutangguhkan. Aku tentu akan bersedih, lagi. Namun jika ambisiku kembali kupertanyakan, "Rin, apa kamu benar-benar membutuhkannya? apa harus kamu lakukan ini?", maka jawabanku "Aku sudah bisa membayangkan penyesalan jika tidak kulakukan..."

Sudah lama aku memimpikan terwujudnya ambisi itu. Kupersiapkan pelan-pelan. Kemudian kutersadar, semakin dekat pula aku dengan kekhawatiran yang satu itu, apakah aku bisa menjaga ingatanku untuk tetap di ruang nyaman ini? Apakah aku akan bisa tidak melewatkan satu pun hari kemarin? Semoga. Aku hanya bisa berdoa, semoga Allah kembali menghendaki pertemuan kepada ruang nyaman ini, semoga Allah memberikan jalan terbaik. Aamiin..