Friday, 5 July 2013

Balada Beda Keyakinan


Balada Beda Keyakinan
Rini Hardiyanti






Aku terinspirasi pada kisah dari beberapa orang di sekitarku yang pernah mengalami kisah ini, dimana mereka pernah menjalin kasih beda keyakinan.

Salah satu teman dekatku dengan inisial C, dia Protestan. Bagiku C adalah gadis periang, jarang mempermasalahkan sesuatu hal. Dia taat kepada Tuhan-nya yang dia panggil Yesus, setiap minggu ke Gereja, menjalankan kehidupan di kampus sebagai bagian dari Persatuan Mahasiswa Kristen. Dari kepribadiannya, dia layak dan aku yakin dia adalah tipekal laki-laki normal pada umumnya, jika mereka seiman. Yah, tetap kugarisbawahi kata ‘seiman’.

C pernah menjalin kasih dengan seorang Muslim. Mereka hanya dua kali sempat ada masalah. Itupun sehari sudah selesai. Bagiku mereka sungguh pasangan yang tidak seharusnya berpisah. Ketika kutanya “Kenapa putus?”, jawabannya klasik, “Beda keyakinan itu memang tidak bisa disatukan, selamanya akan beda”. Saat itu, aku hanya memaklumi. Jika aku ada di posisinya, aku memang tidak akan melanjutkan hubungan itu.

Kemudian aku mengenal lagi seseorang berinisial A, dia adalah orang yang tidak pernah kutemui secara langsung. Tapi aku cukup mengenalnya, aku bisa meramalkan bentuk keceriaannya. Dia hamper sama halnya dengan C, dia ramah, periang, sayang keluarga, juga taat kepada Tuhan-nya. Banyak orang yang sayang padanya, seorang wanita dengan banyak kebijakan, kehidupan yang selalu bisa dia syukuri.

Perbedaannya dengan C adalah A sudah lebih sering menjalin kasih dengan seorang Muslim. Setauku, sudah tiga kali. Dimana salah satunya adalah kekasihku saat ini. Yah, dulu aku sempat bertanya pada diri, “memangnya tidak adakah laki-laki seiman yang bisa kau jadikan pendampingmu? Hingga kau memilih menjalin kasih dengan beda keyakinan selama tiga kali itu”.

‘Sepulang gereja, kau memintaku menunggumu. Aku menunggu di depan masjid, hingga kau selesai sholat’ – Cinta Tapi Beda.

‘Kita sama-sama saling mendoakan, kamu dalam sujudmu menyebut Allah, dan aku dalam lipatan tanganku menyebut Yesus’ – Cinta Tapi Beda.

Aku tahu, dan aku yakin, banyak laki-laki seimanmu yang menyukai dan ingin bersamamu. Tapi kau lagi-lagi memilih bersama laki-laki yang beda keyakinan. Jawabannya hanya satu, itulah cintamu. Meski memang tidak semua orang dapat sependapat dengan hal itu, dalam hal ini aku tidak akan menyalahkan siapa. Aku hanya bertanya pada keadaan, yakni sebuah perbedaan dasar yang menjadikan kita beda.

Jujur saja, agamaku melarang untuk bersahabat dekat dengan beda agama, apalagi sampai menjalin hubungan. Lantas bagaimana hubunganku dengan sahabat-sahabatku? Yang bahkan kini sudah kuanggap keluarga. Bagaimana dengan kalian, bagaimana dengan A yang berjuang menguatkan hati bahwa kita ini sama? Apakah itu salah mereka jika mereka saling mencintai? Apakah itu salah mereka jika mereka bertemu dengan satu rasa yang menyatukan mereka? Apakah itu salah mereka jika mereka berusaha membendung beda?

Yah, pada dasarnya kita manusia adalah sama. Memiliki hati dan tujuan yang sama. Kita sama-sama ingin beriman pada Tuhan yang sejak lahir kita tahu sebagai Sang Khaliq, Yang Maha Kuasa. Tuhan tempat kita kembali, Tuhan yang mengatur segala sesuatu, Tuhan yang tidak pernah tidur, Tuhan yang menjadi kekasihmu sepanjang masa. Hanya saja Tuhan yang kita maksud berbeda, para kristiani dengan Yesus, dan aku bersama Muslim-Muslimah lain dengan Allah SWT.

Kita saling mendoakan, saling mengasihi. Saling rukun selama toleransi. Namun kebudayaan dan kebisingan ‘apa kata orang’ menjadikan pasangan beda keyakinan semakin beda. Kemudian kemanakah keturunan kelak kalian didik? Apakah mengikuti ibu, atau ayahnya?  Kekuatan hati adalah kunci dari semuanya. Cinta dan keadaan tidak patut disalahkan. Apapun yang terjadi pada dirimu, pada cinta beda keyakinan menjadi balada, mereka adalah proses dimana kekuatan hatimu dipertaruhkan. Cepat atau lambat.




Kita bersama meleburkan beda
Kita bersama bahagia selamanya
Jangan dengarkan suara sumbangnya
Karena kisahmu tertulis denganku..
Percaya dengan yang kau rasakan

Merasakan itu cinta
Percaya kebaikan Tuhan
Percayakan doa pada Tuhanmu
Akupun mencoba dengan caraku..



(Kutipan lagu The Finest Tree – Melebur Beda)