Balada
Beda Keyakinan
Rini Hardiyanti

Aku terinspirasi
pada kisah dari beberapa orang di sekitarku yang pernah mengalami kisah ini,
dimana mereka pernah menjalin kasih beda keyakinan.
Salah satu teman
dekatku dengan inisial C, dia Protestan. Bagiku C adalah gadis periang, jarang
mempermasalahkan sesuatu hal. Dia taat kepada Tuhan-nya yang dia panggil Yesus,
setiap minggu ke Gereja, menjalankan kehidupan di kampus sebagai bagian dari
Persatuan Mahasiswa Kristen. Dari kepribadiannya, dia layak dan aku yakin dia
adalah tipekal laki-laki normal pada umumnya, jika mereka seiman. Yah, tetap
kugarisbawahi kata ‘seiman’.
C pernah
menjalin kasih dengan seorang Muslim. Mereka hanya dua kali sempat ada masalah.
Itupun sehari sudah selesai. Bagiku mereka sungguh pasangan yang tidak
seharusnya berpisah. Ketika kutanya “Kenapa putus?”, jawabannya klasik, “Beda
keyakinan itu memang tidak bisa disatukan, selamanya akan beda”. Saat itu, aku
hanya memaklumi. Jika aku ada di posisinya, aku memang tidak akan melanjutkan
hubungan itu.
Kemudian aku
mengenal lagi seseorang berinisial A, dia adalah orang yang tidak pernah
kutemui secara langsung. Tapi aku cukup mengenalnya, aku bisa meramalkan bentuk
keceriaannya. Dia hamper sama halnya dengan C, dia ramah, periang, sayang
keluarga, juga taat kepada Tuhan-nya. Banyak orang yang sayang padanya, seorang
wanita dengan banyak kebijakan, kehidupan yang selalu bisa dia syukuri.
Perbedaannya
dengan C adalah A sudah lebih sering menjalin kasih dengan seorang Muslim. Setauku,
sudah tiga kali. Dimana salah satunya adalah kekasihku saat ini. Yah, dulu aku
sempat bertanya pada diri, “memangnya tidak adakah laki-laki seiman yang bisa
kau jadikan pendampingmu? Hingga kau memilih menjalin kasih dengan beda
keyakinan selama tiga kali itu”.
‘Sepulang gereja, kau memintaku menunggumu. Aku
menunggu di depan masjid, hingga kau selesai sholat’ – Cinta Tapi Beda.
‘Kita sama-sama saling mendoakan, kamu dalam
sujudmu menyebut Allah, dan aku dalam lipatan tanganku menyebut Yesus’ – Cinta Tapi
Beda.
Aku tahu, dan
aku yakin, banyak laki-laki seimanmu yang menyukai dan ingin bersamamu. Tapi kau
lagi-lagi memilih bersama laki-laki yang beda keyakinan. Jawabannya hanya satu,
itulah cintamu. Meski memang tidak semua orang dapat sependapat dengan hal itu,
dalam hal ini aku tidak akan menyalahkan siapa. Aku hanya bertanya pada
keadaan, yakni sebuah perbedaan dasar yang menjadikan kita beda.
Jujur saja,
agamaku melarang untuk bersahabat dekat dengan beda agama, apalagi sampai
menjalin hubungan. Lantas bagaimana hubunganku dengan sahabat-sahabatku? Yang bahkan
kini sudah kuanggap keluarga. Bagaimana dengan kalian, bagaimana dengan A yang
berjuang menguatkan hati bahwa kita ini sama? Apakah itu salah mereka jika
mereka saling mencintai? Apakah itu salah mereka jika mereka bertemu dengan
satu rasa yang menyatukan mereka? Apakah itu salah mereka jika mereka berusaha
membendung beda?
Yah, pada
dasarnya kita manusia adalah sama. Memiliki hati dan tujuan yang sama. Kita sama-sama
ingin beriman pada Tuhan yang sejak lahir kita tahu sebagai Sang Khaliq, Yang
Maha Kuasa. Tuhan tempat kita kembali, Tuhan yang mengatur segala sesuatu,
Tuhan yang tidak pernah tidur, Tuhan yang menjadi kekasihmu sepanjang masa. Hanya
saja Tuhan yang kita maksud berbeda, para kristiani dengan Yesus, dan aku
bersama Muslim-Muslimah lain dengan Allah SWT.
Kita saling
mendoakan, saling mengasihi. Saling rukun selama toleransi. Namun kebudayaan
dan kebisingan ‘apa kata orang’ menjadikan pasangan beda keyakinan semakin beda.
Kemudian kemanakah keturunan kelak kalian didik? Apakah mengikuti ibu, atau
ayahnya? Kekuatan hati adalah kunci dari
semuanya. Cinta dan keadaan tidak patut disalahkan. Apapun yang terjadi pada
dirimu, pada cinta beda keyakinan menjadi balada, mereka adalah proses dimana
kekuatan hatimu dipertaruhkan. Cepat atau lambat.
Kita
bersama meleburkan beda
Kita bersama
bahagia selamanya
Jangan dengarkan
suara sumbangnya
Karena kisahmu
tertulis denganku..
Percaya dengan yang kau rasakan
Merasakan itu cinta
Percaya kebaikan Tuhan
Percayakan doa pada Tuhanmu
Akupun mencoba dengan caraku..
(Kutipan lagu
The Finest Tree – Melebur Beda)
0 comments:
Post a Comment