 |
Ukhti dan Akhi romantis.. ❤❤❤ |
1. Rasulullah Saw. dan Khadijah binti Khuwailid
Teladan dalam kisah cinta terbaik tentunya datang dari insan terbaik
sepanjang masa: Rasulullah Saw. Cintanya kepada Khadijah tetap abadi
walaupun Khadijah telah meninggal. Alkisah ternyata Rasulullah telah
memendam cintanya pada Khadijah sebelum mereka menikah. Saat sahabat
Khadijah, Nafisah binti Muniyah, menanyakan kesedian Nabi Saw. untuk
menikahi Khadijah, maka Beliau menjawab: “Bagaimana caranya?” Ya,
seolah-olah Beliau memang telah menantikannya sejak lama.
Setahun setelah Khadijah meninggal, ada seorang wanita shahabiyah yang
menemui Rasulullah Saw. Wanita ini bertanya, "Ya Rasulullah, mengapa
engkau tidak menikah? Engkau memiliki 9 keluarga dan harus menjalankan
seruan besar."
Sambil menangis Rasulullah Saw menjawab, "Masih adakah orang lain setelah Khadijah?"
Kalau saja Allah tidak memerintahkan Muhammad Saw untuk menikah, maka
pastilah Beliau tidak akan menikah untuk selama-lamanya. Nabi Muhammad
Saw menikah dengan Khadijah layaknya para lelaki. Sedangkan
pernikahan-pernikahan setelah itu hanya karena tuntutan risalah Nabi
Saw, Beliau tidak pernah dapat melupakan istri Beliau ini walaupun
setelah 14 tahun Khadijah meninggal.
Masih banyak lagi bukti-bukti cinta dahsyat nan luar biasa islami Rasulullah Saw. kepada Khadijah. Subhanallah.
2. Rasulullah Saw. dan Aisyah
Jika Rasulullah SAW ditanya siapa istri yang paling dicintainya, Rasul
menjawab, ”Aisyah”. Tapi ketika ditanya tentang cintanya pada Khadijah,
beliau menjawab, “cinta itu Allah karuniakan kepadaku”. Cinta Rasulullah
pada keduanya berbeda, tapi keduanya lahir dari satu yang sama: pesona
kematangan.
Pesona Khadijah adalah pesona kematangan jiwa. Pesona ini melahirkan
cinta sejati yang Allah kirimkan kepada jiwa Nabi Saw. Cinta ini pula
yang masih menyertai nama Khadijah tatkala nama tersebut disebut-sebut
setelah Khadijah tiada, sehingga Aisyah cemburu padanya.
Sedangkan Aisyah adalah gabungan dari pesona kecantikan, kecerdasan, dan
kematangan dini. Ummu Salamah berkata, “Rasul tidak dapat menahan diri
jika bertemu dengan Aisyah.”
Banyak kisah-kisah romantis yang menghiasi kehidupan Nabi Muhammad dan
istrinya, Aisyah. Rasul pernah berlomba lari dengan Aisyah. Rasul pernah
bermanja diri kepada Aisyah. Rasul memanggil Aisyah dengan panggilan
kesayangan ‘Humaira’. Rasul pernah disisirkan rambutnya, dan masih
banyak lagi kisah serupa tentang romantika suami-istri.
3. Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz, khalifah termasyhur dalam Bani Umayyah, suatu kali
jatuh cinta pada seorang gadis, namun istrinya, Fatimah binti Abdul
Malik tak pernah mengizinkannya menikah lagi. Suatu saat dikisahkan
bahwa Umar mengalami sakit akibat kelelahan dalam mengatur urusan
pemerintahan. Fatimah pun datang membawa kejutan untuk menghibur
suaminya. Ia menghadiahkan gadis yang telah lama dicintai Umar, begitu
pun si gadis mencintai Umar. Namun Umar malah berkata: "Tidak! Ini tidak
boleh terjadi. Saya benar-benar tidak merubah diri saya kalau saya
kembali kepada dunia perasaan semacam itu,"
Umar memenangkan cinta yang lain, karena memang ada cinta di atas cinta.
Akhirnya ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain. Tidak ada cinta
yang mati di sini. Karena sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu
bertanya, "Umar, dulu kamu pernah mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu
sekarang?" Umar bergetar haru, tapi ia kemudian menjawab, "Cinta itu
masih tetap ada, bahkan kini rasanya lebih dalam!"
4. Abdurrahman ibn Abu Bakar
Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Shiddiq dan istrinya, Atika, amat saling
mencintai satu sama lain sehingga Abu Bakar merasa khawatir dan pada
akhirnya meminta Abdurrahman menceraikan istrinya karena takut cinta
mereka berdua melalaikan dari jihad dan ibadah. Abdurrahman pun menuruti
perintah ayahnya, meski cintanya pada sang istri begitu besar.
Namun tentu saja Abdurrahman tak pernah bisa melupakan istrinya.
Berhari-hari ia larut dalam duka meski ia telah berusaha sebaik mungkin
untuk tegar. Perasaan Abdurrahman itu pun melahirkan syair cinta indah
sepanjang masa:
Demi Allah, tidaklah aku melupakanmu
Walau mentari tak terbit meninggi
Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
Kecuali berbagi hati
Tak pernah kudapati orang sepertiku
Menceraikan orang seperti dia
Dan tidaklah orang seperti dia dithalaq karena dosanya
Dia berakhlaq mulia, beragama, dan bernabikan Muhammad
Berbudi pekerti tinggi, bersifat pemalu dan halus tutur katanya
Akhirnya hati sang ayah pun luluh. Mereka diizinkan untuk rujuk kembali.
Abdurrahman pun membuktikan bahwa cintanya suci dan takkan mengorbankan
ibadah dan jihadnya di jalan Allah. Terbukti ia syahid tak berapa lama
kemudian.
5. Thalhah ibn ‘Ubaidillah
Berikut ini kutipan kisah Thalhah ibn ‘Ubaidillah.
Satu hari ia berbincang dengan ‘Aisyah, isteri sang Nabi, yang masih
terhitung sepupunya. Rasulullah datang, dan wajah beliau pias tak suka.
Dengan isyarat, beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam meminta ‘Aisyah
masuk ke dalam bilik. Wajah Thalhah memerah. Ia undur diri bersama gumam
dalam hati, “Beliau melarangku berbincang dengan ‘Aisyah. Tunggu saja,
jika beliau telah diwafatkan Allah, takkan kubiarkan orang lain
mendahuluiku melamar ‘Aisyah.”
Satu saat dibisikannya maksud itu pada seorang kawan, “Ya, akan kunikahi ‘Aisyah jika Nabi telah wafat.”
Gumam hati dan ucapan Thalhah disambut wahyu. Allah menurunkan firmanNya
kepada Sang Nabi dalam ayat kelimapuluhtiga surat Al Ahzab, “Dan
apabila kalian meminta suatu hajat kepada isteri Nabi itu, maka mintalah
pada mereka dari balik hijab. Demikian itu lebih suci bagi hati kalian
dan hati mereka. Kalian tiada boleh menyakiti Rasulullah dan tidak boleh
menikahi isteri-isterinya sesudah wafatnya selama-lamanya.”
Ketika ayat itu dibacakan padanya, Thalhah menangis. Ia lalu
memerdekakan budaknya, menyumbangkan kesepuluh untanya untuk jalan
Allah, dan menunaikan haji dengan berjalan kaki sebagai taubat dari
ucapannya. Kelak, tetap dengan penuh cinta dinamainya putri kecil yang
disayanginya dengan asma ‘Aisyah. ‘Aisyah binti Thalhah. Wanita jelita
yang kelak menjadi permata zamannya dengan kecantikan, kecerdasan, dan
kecemerlangannya. Persis seperti ‘Aisyah binti Abi Bakr yang pernah
dicintai Thalhah.
Subhanallah. Mantab.
6. Ummu Sulaim dan Abu Thalhah
Ummu Sulaim merupakan janda dari Malik bin Nadhir. Abu Thalhah yang
memendam rasa cinta dan kagum akhirnya memutuskan untuk menikahi Ummu
Sulaim tanpa banyak pertimbangan. Namun di luar dugaan, jawaban Ummu
Sulaim membuat lidahnya menjadi kelu dan rasa kecewanya begitu
menyesakkan dada, meski Ummu Sulaim berkata dengan sopan dan rasa
hormat,
"Sesungguhnya saya tidak pantas menolak orang yang seperti engkau, wahai
Abu Thalhah. Hanya sayang engkau seorang kafir dan saya seorang
muslimah. Maka tak pantas bagiku menikah denganmu. Coba Anda tebak apa
keinginan saya?"
"Engkau menginginkan dinar dan kenikmatan," kata Abu Thalhah.
"Sedikitpun saya tidak menginginkan dinar dan kenikmatan. Yang saya
inginkan hanya engkau segera memeluk agama Islam," tukas Ummu Sualim
tandas.
"Tetapi saya tidak mengerti siapa yang akan menjadi pembimbingku?" tanya Abu Thalhah.
"Tentu saja pembimbingmu adalah Rasululah sendiri," tegas Ummu Sulaim.
Maka Abu Thalhah pun bergegas pergi menjumpai Rasulullah Saw. yang mana
saat itu tengah duduk bersama para sahabatnya. Melihat kedatangan Abu
Thalhah, Rasulullah Saw. berseru, "Abu Thalhah telah datang kepada
kalian, dan cahaya Islam tampak pada kedua bola matanya."
Ketulusan hati Ummu Sulaim benar-benar terasa mengharukan relung-relung
hati Abu Thalhah. Ummu Sulaim hanya akan mau dinikahi dengan
keislamannya tanpa sedikitpun tegiur oleh kenikmatan yang dia janjikan.
Wanita mana lagi yang lebih pantas menjadi istri dan ibu asuh
anak-anaknya selain Ummu Sulaim? Hingga tanpa terasa di hadapan
Rasulullah Saw. lisan Abu Thalhah basah mengulang-ulang kalimat, "Saya
mengikuti ajaran Anda, wahai Rasulullah. Saya bersaksi, bahwa tidak ada
ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusanNya."
Menikahlah Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah, sedangkan maharnya adalah
keislaman suaminya. Hingga Tsabit –seorang perawi hadits- meriwayatkan
dari Anas, "Sama sekali aku belum pernah mendengar seorang wanita yang
maharnya lebih mulia dari Ummu Sulaim, yaitu keislaman suaminya."
Selanjutnya mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang damai dan
sejahtera dalam naungan cahaya Islam.
7. Kisah seorang pemuda yang menemukan apel
Alkisah ada seorang pemuda yang ingin pergi menuntut ilmu. Di tengah
perjalanan dia haus dan singgah sebentar di sungai yang airnya jernih.
dia langsung mengambil air dan meminumnya. tak berapa lama kemudian dia
melihat ada sebuah apel yang terbawa arus sungai, dia pun mengambilnya
dan segera memakannya. setelah dia memakan segigit apel itu dia segera
berkata "Astagfirullah"
Dia merasa bersalah karena telah memakan apel milik orang lain tanpa
meminta izin terlebih dahulu. "Apel ini pasti punya pemiliknya, lancang
sekali aku sudah memakannya. Aku harus menemui pemiliknya dan menebus
apel ini".
Akhirnya dia menunda perjalanannya menuntut ilmu dan pergi menemui sang
pemilik apel dengan menyusuri bantaran sungai untuk sampai kerumah
pemilik apel. Tak lama kemudian dia sudah sampai ke rumah pemilik apel.
Dia melihat kebun apel yang apelnya tumbuh dengan lebat.
"Assalamualaikum...."
"Waalaikumsalam wr.wb.". Jawab seorang lelaki tua dari dalam rumahnya.
Pemuda itu dipersilahkan duduk dan dia pun langsung mengatakan segala
sesuatunya tanpa ada yang ditambahi dan dikurangi. Bahwa dia telah
lancang memakan apel yang terbawa arus sungai.
"Berapa harus kutebus harga apel ini agar kau ridha apel ini aku makan pak tua". tanya pemuda itu.
Lalu pak tua itu menjawab. "Tak usah kau bayar apel itu, tapi kau harus
bekerja di kebunku selama 3 tahun tanpa dibayar, apakah kau mau?"
Pemuda itu tampak berfikir, karena untuk segigit apel dia harus membayar
dengan bekerja di rumah bapak itu selama tiga tahun dan itupun tanpa
digaji, tapi hanya itu satu-satunya pilihan yang harus diambilnya agar
bapak itu ridha apelnya ia makan."Baiklah pak, saya mau."
Alhasil pemuda itu bekerja di kebun sang pemilik apel tanpa dibayar.
Hari berganti hari, minggu, bulan dan tahun pun berlalu. Tak terasa
sudah tiga tahun dia bekerja dikebun itu. Dan hari terakhir dia ingin
pamit kepada pemilik kebun.
"Pak tua, sekarang waktuku bekerja di tempatmu sudah berakhir, apakah sekarang kau ridha kalau apelmu sudah aku makan?"
Pak tua itu diam sejenak. "Belum."
Pemuda itu terhenyak. "Kenapa pak tua, bukankah aku sudah bekerja selama tiga tahun di kebunmu."
"Ya, tapi aku tetap tidak ridha jika kau belum melakukan satu permintaanku lagi."
"Apa itu pak tua?"
"Kau harus menikahi putriku, apakah kau mau?"
"Ya, aku mau." jawab pemuda itu.
Bapak tua itu mengatakan lebih lanjut. "Tapi, putriku buta, tuli, bisu dan lumpuh, apakah kau mau?"
Pemuda itu tampak berfikir, bagaimana tidak...dia akan menikahi gadis
yang tidak pernah dikenalnya dan gadis itu cacat, dia buta, tuli, dan
lumpuh. Bagaimana dia bisa berkomunikasi nantinya? Tapi diap un ingat
kembali dengan segigit apel yang telah dimakannya. Dan dia pun
menyetujui untuk menikah dengan anak pemilik kebun apel itu untuk
mencari ridha atas apel yang sudah dimakannya.
"Baiklah pak, aku mau."
Segera pernikahan pun dilaksanakan. Setelah ijab kabul sang pemuda
itupun masuk kamar pengantin. Dia mengucapkan salam dan betapa kagetnya
dia ketika dia mendengar salamnya dibalas dari dalam kamarnya. Seketika
itupun dia berlari mencari sang bapak pemilik apel yang sudah menjadi
mertuanya.
"Ayahanda...siapakah wanita yang ada didalam kamar pengantinku? Kenapa aku tidak menemukan istriku?"
Pak tua itu tersenyum dan menjawab. "Masuklah nak, itu kamarmu dan yang di dalam sana adalah istimu."
Pemuda itu tampak bingung. "Tapi ayahanda, bukankah istriku buta, tuli tapi kenapa dia bisa mendengar salamku?
Bukankah dia bisu tapi kenapa dia bisa menjawab salamku?"
Pak tua itu tersenyum lagi dan menjelaskan. "Ya, memang dia buta, buta
dari segala hal yang dilarang Allah. Dia tuli, tuli dari hal-hal yang
tidak pantas didengarnya dan dilarang Allah. Dia memang bisu, bisu dari
hal yang sifatnya sia-sia dan dilarang Allah, dan dia lumpuh, karena
tidak bisa berjalan ke tempat-tempat yang maksiat."
Pemuda itu hanya terdiam dan mengucap lirih: "Subhanallah....."
Dan merekapun hidup berbahagia dengan cinta dari Allah.
Sumber :
http://nomor2.blogspot.com/2012/11/7-kisah-romantis-dalam-islam.html